Review Jembatan Besi Tenggarong: Ikon Sejarah dan Tantangan Infrastruktur Kota Raja

 Pancurajipost.com - Jembatan Besi Tenggarong adalah salah satu landmark bersejarah di Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. 

Dibangun pada era kolonial Belanda sekitar tahun 1938, jembatan ini memiliki nilai sejarah, budaya, dan sosial yang kuat, menjadikannya bagian integral dari identitas kota. 

Namun, usianya yang hampir satu abad dan kondisi struktural yang memprihatinkan memicu perdebatan tentang pelestarian versus pembangunan infrastruktur modern. 

Jembatan Besi Tenggarong
Jembatan Besi Tenggarong

Berikut adalah penjelasan detail tentang Jembatan Besi Tenggarong berdasarkan berbagai aspek, dengan memanfaatkan informasi terkini.

1. Latar Belakang dan Sejarah

Asal Usul dan Pembangunan:

Jembatan Besi Tenggarong dibangun pada tahun 1938 oleh pemerintah kolonial Belanda, menjadikannya salah satu struktur tertua di Tenggarong.

Jembatan ini awalnya berfungsi sebagai penghubung utama antarwilayah, menghubungkan Kampung Panji ke Kampung Melayu dan kebun karet di Timbau yang dikelola Belanda, memainkan peran penting dalam mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Bersama dengan bioskop dan keraton, jembatan ini merupakan salah satu ikon awal Kota Tenggarong, mencerminkan kemajuan teknologi dan arsitektur pada masanya.

Nilai Sejarah dan Budaya:

Jembatan Besi dianggap sebagai bagian dari “story of city” Tenggarong, simbol identitas masyarakat, dan pilar sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara.

Struktur baja rangkap dengan teknik rivet dan gaya industrial modern awal menunjukkan kemajuan teknologi masa kolonial, menjadikannya pelajaran penting tentang jati diri masyarakat Kukar.

Jembatan ini tercatat sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), meskipun belum resmi ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan Kukar.

Budayawan seperti Awang Rifani dan Yuyun menekankan bahwa jembatan ini bukan sekadar infrastruktur, melainkan bagian dari narasi sejarah dan fungsi sosial masyarakat Tenggarong.

Konteks Lokasi:

Jembatan Besi terletak di kawasan Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara, dekat Gedung Wanita, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan Sungai Mahakam, menjadikannya bagian dari lanskap budaya kota.

Jembatan ini melintasi Sungai Tenggarong, anak Sungai Mahakam, dan menghubungkan area strategis seperti Jalan Kartini dengan kawasan Monumen Barat.

2. Lokasi dan Deskripsi Fisik

Google Map Jembatan Besi Tenggarong

Alamat dan nomor telepon Jembatan Besi Tenggarong

  • Alamat Jembatan Besi Tenggarong: Jalan Kartini, Kelurahan Melayu, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
  • Kodepost Jembatan Besi Tenggarong:75513
  • Nomor telepon Jembatan Besi Tenggarong:-

Lokasi:

Geser gambar untuk melihat sekeliling dan struktur Jembatan Besi Tenggarong

Jembatan Besi berada di Kecamatan Tenggarong, tepatnya di pusat kota, dekat simpang Jalan Danau Semayang dan Jalan Kartini, bersebelahan dengan Gedung Wanita dan tidak jauh dari Masjid Agung Sultan Sulaiman.

Jembatan ini menghubungkan Jalan Kartini (menuju pusat kota) dengan Jalan Monumen Barat, menjadi jalur penting untuk lalu lintas lokal.

Lokasinya strategis di tepi Sungai Tenggarong, memberikan nilai estetika dan historis, tetapi juga menghadapi tantangan kemacetan di Jalan Kartini dan Jalan Mayjen Panjaitan yang sempit.

Dari Taman tanjong atau tugu adipura ke Jembatan Besi  hanya berjarak sekitar 350 meter atau berjalan kaki sekitar 5 menit saja.

Deskripsi Fisik:

Struktur: Jembatan Besi memiliki konstruksi baja rangkap dengan teknik rivet, khas arsitektur industrial modern awal abad ke-20. Struktur ini menggunakan baja sebagai material utama, memberikan kesan kokoh namun elegan.

Panjang dan Lebar: panjang jembatan sekitar 37 meter dan lebar jembatan 6 meter, tetapi badan jalan dianggap sempit untuk volume kendaraan modern, menyebabkan kemacetan, terutama di pagi hari atau saat acara besar.

Kondisi Saat Ini: Struktur jembatan dinilai memprihatinkan, dengan kekhawatiran tentang keropos dan keamanan, meskipun belum ada laporan pengujian teknis resmi yang dipublikasikan.

Estetika: Jembatan ini memiliki nilai visual tinggi sebagai ikon sejarah, sering dikaitkan dengan identitas Tenggarong seperti halnya keraton atau museum.

Lingkungan Sekitar:

Jembatan dikelilingi oleh kawasan budaya, termasuk Gedung Wanita, Masjid Agung, dan Taman Tanjong, menjadikannya bagian dari pusat aktivitas kota.

Pinggir sungai di sekitar jembatan memiliki potensi untuk dipercantik sebagai kawasan wisata, sejalan dengan rencana revitalisasi.

3. Fungsi dan Peran

Fungsi Historis:

Pada masa kolonial, jembatan ini menjadi jalur utama untuk transportasi dan perdagangan, menghubungkan komunitas lokal dengan kebun karet di Timbau.

Jembatan ini memfasilitasi interaksi sosial antara Kampung Panji, Kampung Melayu, dan wilayah lain, memperkuat ikatan komunitas.

Fungsi Saat Ini:

Jembatan Besi tetap menjadi jalur penting untuk lalu lintas kendaraan bermotor, meskipun kapasitasnya terbatas akibat lebar jalan yang sempit.

Jembatan ini sering digunakan untuk acara budaya atau kegiatan masyarakat, seperti prosesi adat, karena lokasinya yang strategis di pusat kota.

Sebagai ikon sejarah, jembatan ini menarik perhatian wisatawan yang mengunjungi Tenggarong untuk menjelajahi warisan Kesultanan Kutai.

Tantangan Infrastruktur:

Volume kendaraan yang meningkat setiap tahun menyebabkan kemacetan di Jalan Kartini dan Mayjen Panjaitan, terutama pada jam sibuk atau saat acara besar seperti Tenggarong International Folk Art Festival (TIFAF).

Kondisi struktural jembatan yang diduga keropos memicu kekhawatiran tentang keamanan, meskipun budayawan menyarankan pengujian teknis sebelum memutuskan pembongkaran.

4. Polemik dan Rencana Pembangunan

Rencana Awal Pembongkaran:

Pada awal 2025, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar merencanakan pembongkaran Jembatan Besi untuk diganti dengan jembatan baru berbahan komposit (baja campur beton), mirip Jembatan Bongkok, dengan anggaran Rp58,3 miliar dari APBD 2025.

Pembongkaran dijadwalkan pada 15 April 2025 oleh kontraktor PT Putra Nanggroe Aceh, dengan alasan peremajaan untuk keamanan masyarakat.

Rencana ini menuai protes keras dari budayawan, masyarakat, dan pemerhati sejarah karena jembatan dianggap memiliki nilai sejarah yang tidak tergantikan.

Penolakan dan Kajian Ulang:

Budayawan seperti Awang Rifani dan Yuyun menolak pembongkaran, menyarankan alternatif seperti memperkuat struktur existing, menjadikan jembatan sebagai jalur pejalan kaki/pesepeda, atau membangun jembatan baru di lokasi lain.

Lestari, pemerhati sejarah, menegaskan bahwa pembongkaran berpotensi melanggar hukum jika tidak mengikuti prosedur pelestarian cagar budaya, mengingat status ODCB jembatan.

Rapat sosialisasi pada 14 April 2025 di Kantor Bupati Kukar, melibatkan OPD, Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV Kaltim-Tara, Kesultanan Kutai, dan tokoh masyarakat, menghasilkan keputusan untuk menghentikan sementara rencana pembongkaran.

Dinas PU membentuk tim kajian cepat dengan melibatkan akademisi dan ahli teknis untuk menyusun opsi terbaik, termasuk kajian sosiologis dan historis yang sebelumnya kurang diperhatikan.

Solusi Jembatan Pendamping:

Pada 18 April 2025, Bupati Kukar Edi Damansyah mengumumkan bahwa Jembatan Besi akan dipertahankan, dan pembangunan jembatan baru akan digeser 100 meter dari lokasi awal, membentang dari Jalan Danau Semayang ke Jalan Monumen Barat.

Pembangunan jembatan pendamping dimulai pada 21 April 2025, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Sultan Kutai Kartanegara XXI Aji Muhammad Arifin, diawali prosesi adat Tepung Tawar.

Jembatan pendamping ini dirancang untuk mengatasi kemacetan di pusat kota, menghubungkan Jalan Kartini ke Monumen Barat, dengan pengerjaan selama 10 bulan (Maret-Desember 2025).

Anggaran proyek tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi kemungkinan menggunakan sebagian dari Rp58,3 miliar yang awalnya dialokasikan untuk pembongkaran.

Pendekatan Pelestarian:

Bupati Edi Damansyah menegaskan bahwa pelestarian Jembatan Besi menjadi prioritas, dengan rencana perbaikan kawasan pinggir sungai untuk meningkatkan estetika dan fungsi wisata.

Meskipun jembatan tidak terdaftar sebagai cagar budaya resmi (hanya ODCB), Pemkab Kukar menghargai nilai historisnya dan merespons aspirasi masyarakat.

Grand Design Kota Tenggarong sebagai kota budaya telah rampung, dan pelestarian jembatan ini menjadi bagian dari visi tersebut.

5. Pengelolaan dan Pemeliharaan

Pengelola:

Jembatan Besi dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar, dengan koordinasi bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk aspek pelestarian budaya.

Satpol PP dan Dinas Perhubungan Kukar terlibat dalam menjaga ketertiban dan pengelolaan lalu lintas di sekitar jembatan.

Pemeliharaan:

Tidak ada catatan spesifik tentang pemeliharaan rutin jembatan, tetapi kondisi struktural yang memprihatinkan menunjukkan kurangnya perawatan signifikan dalam beberapa dekade terakhir.

Rencana perbaikan kawasan pinggir sungai di sekitar jembatan, sebagai bagian dari proyek jembatan pendamping, akan mencakup revitalisasi estetika dan fungsi lingkungan.

Pemeliharaan di masa depan kemungkinan akan melibatkan penguatan struktur jembatan jika rekomendasi tim kajian mendukung pelestarian.

Partisipasi Masyarakat:

Masyarakat, terutama budayawan dan tokoh adat, berperan aktif dalam mengawal pelestarian jembatan melalui protes, saran, dan rapat sosialisasi.

Kesultanan Kutai Kartanegara juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan, memperkuat aspek budaya dalam pengelolaan jembatan.

6. Daya Tarik Wisata

Ikon Sejarah:

Jembatan Besi adalah salah satu ikon sejarah Tenggarong, sering dikaitkan dengan narasi kota sebagai pusat Kesultanan Kutai. Pengunjung dapat merasakan jejak kolonial dan memahami peran jembatan dalam perkembangan kota.

Lokasinya di dekat Gedung Wanita dan Masjid Agung menjadikannya bagian dari rute wisata budaya di Tenggarong.

Potensi Wisata:

Dengan revitalisasi kawasan pinggir sungai, jembatan ini berpotensi menjadi jalur pejalan kaki atau pesepeda, menarik wisatawan yang ingin menikmati pemandangan Sungai Tenggarong dan suasana kota.

Jembatan ini dapat diintegrasikan dengan destinasi lain seperti Taman Tanjong, Museum Mulawarman, atau Pulau Kumala untuk menciptakan pengalaman wisata yang lebih lengkap.

Spot Fotografi:

Struktur baja yang khas dan latar Sungai Tenggarong menjadikan jembatan ini spot foto yang menarik, terutama saat senja atau acara adat.

7. Tantangan

Kondisi Struktural:

Kekhawatiran tentang keropos dan keamanan jembatan menjadi alasan utama rencana peremajaan, meskipun belum ada pengujian teknis resmi yang dipublikasikan.

Budayawan menyarankan pengujian teknis untuk menentukan apakah jembatan dapat diperkuat tanpa pembongkaran.

Kemacetan:

Jembatan Besi, bersama dengan Jalan Kartini dan Mayjen Panjaitan yang sempit, tidak mampu menampung volume kendaraan modern, menyebabkan kemacetan rutin.

Jembatan pendamping diharapkan menjadi solusi permanen, tetapi koordinasi lokasi dan pelaksanaan proyek tetap menjadi tantangan.

Pelestarian vs. Pembangunan:

Status ODCB jembatan memicu dilema antara pelestarian sejarah dan kebutuhan infrastruktur modern. Rencana awal pembongkaran dianggap kurang mempertimbangkan aspek sosial dan historis.

Keterlibatan masyarakat dan akademisi dalam kajian ulang menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inklusif dalam perencanaan proyek.

Administrasi Cagar Budaya:

Meskipun dianggap ODCB, jembatan ini tidak terdaftar sebagai cagar budaya resmi, menyulitkan upaya pelestarian formal.

Prosedur pelestarian cagar budaya harus diikuti untuk menghindari pelanggaran hukum, seperti diatur dalam UU Cagar Budaya.

8. Rencana Pengembangan

Jembatan Pendamping:

Pembangunan jembatan baru dari Jalan Danau Semayang ke Jalan Monumen Barat, dimulai Maret 2025 dan ditargetkan selesai Desember 2025, akan mengurangi beban lalu lintas pada Jembatan Besi.

Proyek ini mencakup perbaikan kawasan pinggir sungai untuk meningkatkan estetika dan potensi wisata.

Pelestarian Jembatan Besi:

Jembatan Besi akan dipertahankan sebagai aset sejarah, dengan kemungkinan penguatan struktur atau konversi menjadi jalur pejalan kaki/pesepeda.

Tim kajian cepat akan menyusun rekomendasi teknis dan historis untuk memastikan pelestarian jembatan sesuai standar cagar budaya.

Integrasi dengan Wisata:

Jembatan Besi dapat menjadi bagian dari rute wisata budaya Tenggarong, terhubung dengan Taman Tanjong, Museum Mulawarman, dan Pulau Kumala.

Revitalisasi kawasan pinggir sungai akan menciptakan ruang publik yang menarik, seperti taman atau area pejalan kaki, untuk mendukung pariwisata.

Grand Design Kota Tenggarong:

Pelestarian jembatan ini sejalan dengan visi Tenggarong sebagai kota budaya, dengan pembangunan infrastruktur yang bertahap untuk menyeimbangkan sejarah dan modernitas.

9. Tips untuk Pengunjung

Waktu Kunjungan Terbaik:

  • Pagi hari (06.00-08.00 WITA) untuk suasana sepi dan udara segar, cocok untuk foto atau berjalan kaki.
  • Sore hari (16.00-18.00 WITA) untuk menikmati pemandangan Sungai Tenggarong dan keramaian kota.
  • Saat acara budaya seperti TIFAF atau prosesi adat untuk merasakan atmosfer historis jembatan.

Persiapan:

  • Gunakan pakaian santai dan sepatu nyaman untuk menjelajahi area sekitar jembatan.
  • Bawa kamera untuk mengabadikan struktur jembatan dan pemandangan sungai.
  • Siapkan uang tunai untuk membeli makanan/minuman dari PKL di sekitar kawasan.

Kebersihan:

  • Buang sampah pada tempatnya untuk mendukung kebersihan kawasan budaya.
  • Hindari merusak struktur jembatan atau area sekitar.

Keamanan:

  • Berhati-hati saat melintas karena jalan sempit dan lalu lintas bisa padat.
  • Parkir di area resmi untuk menghindari kemacetan.

Kombinasi Wisata:

Kunjungi landmark terdekat seperti Taman Tanjong, Museum Mulawarman, Masjid Agung Sultan Sulaiman, atau Pulau Kumala untuk pengalaman wisata yang lengkap.

10. Konteks Budaya dan Regional

Identitas Kutai:

Jembatan Besi adalah bagian dari lanskap sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara, melengkapi landmark seperti Kedaton, Gedung Wanita, dan Masjid Agung.

Jembatan ini memperkuat citra Tenggarong sebagai “Kota Raja” yang kaya budaya dan sejarah, sejalan dengan visi pembangunan kota budaya.

Sinergi dengan Pariwisata:

Jembatan Besi bersinergi dengan destinasi lain seperti Taman Tanjong, Ladang Budaya (Ladaya), Pulau Kumala, dan Bukit Biru, menjadikan Tenggarong tujuan wisata yang menarik.

Acara seperti TIFAF dapat memanfaatkan jembatan sebagai latar kegiatan budaya, meningkatkan daya tarik wisata.

Dampak Sosial:

Pelestarian jembatan ini menunjukkan responsivitas Pemkab Kukar terhadap aspirasi masyarakat, memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Keterlibatan budayawan, Kesultanan, dan akademisi dalam kajian ulang mencerminkan semangat gotong royong dalam menjaga warisan budaya.

Kesimpulan

Jembatan Besi Tenggarong adalah ikon sejarah yang tak ternilai, dibangun pada 1938 sebagai penghubung utama dan simbol kemajuan teknologi kolonial. 

Dengan struktur baja rangkap dan nilai budaya yang kuat, jembatan ini menjadi bagian dari identitas Tenggarong sebagai Kota Raja.

Meskipun menghadapi tantangan kemacetan dan kondisi struktural yang memprihatinkan, keputusan untuk mempertahankan jembatan sambil membangun jembatan pendamping pada 2025 menunjukkan keseimbangan antara pelestarian dan pembangunan. 

Dengan potensi sebagai destinasi wisata budaya dan integrasi dalam Grand Design Kota Tenggarong, Jembatan Besi tetap menjadi saksi bisu perkembangan kota dan warisan yang patut dijaga. 

Bagi pengunjung, jembatan ini menawarkan pengalaman menyelami sejarah Kutai sambil menikmati pesona Sungai Tenggarong, terutama jika dikombinasikan dengan kunjungan ke Taman Tanjong atau Museum Mulawarman.

YH Reporter
YH Reporter Saya adalah Seorang IT dan Penulis, Pernah Bekerja di Instansi Pemerintahan dan Swasta. Sumbangsih kepada Negara dengan mengangkat tulisan di Sektor Wisata sebagai 5 besar penggerak perekonomian Indonesia.

Posting Komentar untuk "Review Jembatan Besi Tenggarong: Ikon Sejarah dan Tantangan Infrastruktur Kota Raja"